Dalam era digital saat ini, pengambilan kebijakan yang efektif memerlukan data yang akurat dan tepat waktu. Salah satu elemen kunci yang semakin penting adalah informasi geospasial. Informasi geospasial merujuk pada data yang terkait dengan lokasi geografis, seperti peta digital, citra satelit, dan sistem informasi geografis (GIS). Data ini tidak hanya menyajikan informasi spasial, tetapi juga membantu mengintegrasikan berbagai aspek seperti sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk mendukung keputusan berbasis bukti.
Peran utama informasi geospasial dalam pengambilan kebijakan adalah menyediakan visualisasi data yang mudah dipahami. Misalnya, dalam perencanaan kota, pemerintah dapat menggunakan GIS untuk memetakan distribusi penduduk, infrastruktur, dan sumber daya alam. Di Indonesia, Badan Informasi Geospasial (BIG) telah memanfaatkan teknologi ini untuk mendukung program One Map Policy, yang bertujuan menyatukan data spasial dari berbagai instansi. Hal ini mengurangi konflik lahan dan memastikan kebijakan pembangunan berkelanjutan, seperti dalam proyek ibu kota baru Nusantara (IKN).
Selain itu, informasi geospasial berperan krusial dalam manajemen bencana. Saat bencana alam seperti gempa bumi atau banjir terjadi, data geospasial dari satelit seperti Landsat atau Sentinel dapat memberikan pemetaan kerusakan secara real-time. Contohnya, selama erupsi Gunung Merapi pada 2021, pemerintah menggunakan data geospasial untuk evakuasi dan distribusi bantuan. Kebijakan mitigasi bencana yang didasarkan pada analisis spasial ini dapat menyelamatkan nyawa dan mengurangi kerugian ekonomi hingga miliaran rupiah.
Dalam sektor lingkungan, informasi geospasial membantu memantau perubahan iklim dan deforestasi. Dengan analisis citra satelit, kebijakan seperti moratorium penebangan hutan di Indonesia dapat dievaluasi efektivitasnya. Data ini juga mendukung pengambilan keputusan dalam ekonomi biru, seperti pengelolaan wilayah pesisir untuk perikanan berkelanjutan. Di tingkat global, Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggunakan geospasial untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), termasuk mengurangi kemiskinan melalui pemetaan akses infrastruktur.
Namun, tantangan tetap ada, seperti keterbatasan akses data di daerah terpencil dan isu privasi. Untuk mengatasinya, pemerintah perlu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan GIS dan kolaborasi dengan sektor swasta. Masa depan informasi geospasial cerah dengan kemajuan teknologi seperti AI dan big data, yang dapat memprediksi tren spasial untuk kebijakan proaktif.
Secara keseluruhan, informasi geospasial bukan sekadar alat teknis, melainkan fondasi untuk kebijakan yang inklusif dan adaptif. Dengan memanfaatkannya secara optimal, Indonesia dapat mencapai pembangunan yang lebih adil dan berkelanjutan.